Migren
merupakan penyakit neurologis kronis yang ditandai dengan adanya serangan nyeri
kepala yang berdenyut, biasanya unilateral, dieksaserbasi oleh aktivitas fisik
serta berhubungan dengan fotofobia, fonofobia, mual, dan muntah. Pasien dengan
nyeri kepala migren ≥ 15 hari perbulan dengan gejala migren minimal 8 kali
perbulan selama lebih dari 3 bulan dikatakan mengalami migren kronis, sementara
pasien dengan nyeri kepala yang terjadi kurang dari 15 hari disebut mengalami
migren episodik.
Serangan
migren sangat mempengaruhi kualitas hidup pasien dan dapat menganggu kemampuan
fungsionalnya dalam pekerjaan, sekolah, rumah, dan interaksi sosial. Migren
berada di peringkat kedua sebagai kondisi neurologis dengan disabilitas berat
secara global dan dihubungkan dengan beban finansial yang cukup besar. Di
Amerika sendiri terjadi kehilangan biaya tahunan sekitar 24 USD akibat penyakit
ini.2 Dilaporkan 31,3 % mempunyai frekuensi serangan lebih dari 3 kali setiap bulannya
dan 53,7% dilaporkan serangan berat dan harus beristirahat ditempat tidur. Di
Indonesia migren menyebabkan sekitar 1,3 juta years of life with disability
(YLDs) pada penderitanya.
Ergotamin memberikan efek antimigren melalui efek agonis pada reseptor serotonin (5-HT). Ergotamin digunakan dalam pengobatan serangan jangka panjang dengan kecenderungan kekambuhan sakit kepala (kembalinya rasa sakit setelah keberhasilan pengobatan awal). Ergotamin tersedia dalam berbagai formulasi seperti tablet oral (0,5-2 mg), supositoria (1-2 mg), dan sebagai formulasi untuk inhalasi (dosis maksimum 1,8 mg). Efek vasokonstriktor ergotamin mengkontraindikasikan penggunaannya pada hipertensi yang tidak terkontrol, penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah perifer, stroke, gangguan fungsi hati atau ginjal, dan kehamilan. Ergotamin tidak boleh dikonsumsi dalam waktu 6 jam dari sejak pemberian triptan, dan triptan juga tidak boleh diberikan dalam waktu 24 jam dari sejak pemberian ergotamin
Menurut
Mentri Kesehatan No 3 Tahun 2015 tentang peredaran, penyimpanan, pemusnahan,
dan pelaporan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi Prekursor Farmasi
adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan sebagai
bahan baku/penolong untuk keperluan proses produksi industri farmasi atau
produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang mengandung ephedrine,
pseudoephedrine, norephedrine/phenylpropanolamine, ergotamin, dan potasium
permanganat.
Sedangkan
menurut permrnkes nomor 26 tahun 2014 Prekursor Non Farmasi adalah zat
atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan untuk keperluan proses
produksi industri non farmasi). Kategori Prekursor
Prekursor merupakan bahan kimia (chemical substance)
yang digunakan untuk memproduksi napza yang berdasarkan sifatnya dikategorikan
sebagai berikut :
a) Prekursor Bahan Baku : Bahan dasar
untuk pembuatan narkotika psikotropika
yang dengan sedikit modifikasi melalui beberapa reaksi kimia dapat menjadi
narkotika atau psikotropika (prekursor bahan baku misalnya efedrin,
pseudoefedrin, fenilpropanolamin/norefedrin)
b) Prekursor Reagensia : Bahan kimia pereaksi yang
digunakan untuk mengubah struktur molekul prekursor bahan baku menjadi
narkotika dan psikotropika
c) Pelarut (solvent) : Bahan yang ditambahkan untuk melarutkan
atau memurnikan zat yang dihasilkan
Penggolongan Obat Prekursor
Berdasarkan PP Republik Indonesia
No. 44 tahun 2010 Terdapat 2 penggolongan prekursor, sebagai berikut:
Ergotamine
a) Pemerian : Hablur
tidak berwarna atau serbuk hablur putih hingga kekuningan;
tidak berbau; melebur pada suhu lebih kurang 180o disertai peruraian (Farmakope
Indonesia VI ).
b) Kelarutan : Sukar
larut dalam air dan dalam etanol; larut dalam 500 bagian air, dalam 500 bagian
etanol (Farmakope
Indonesia VI )
c) Sinonim :
Ergotamini tartrat (Farmakope
Indonesia VI )
d) Indikasi : mencegah sakit
kepala vaskular seperti migrain atau yang disebut “histaminic cephalalgia”
(DIH, 17th Edition).
e) Kontraindikasi : hipersensitivitas terhadap ergotamine, penyakit pembuluh darah
perifer, gangguan hati atau ginjal, penyakit erteri coroner, hipertensi,
sepsis, kehamilan (DIH, 17th Edition).
f)
Dosis :
satu tablet sublingual di bawah lidah pada tanda pertama, kemudian 1 tablet
setiap 30 menit jika diperlukan; dosis maksimum: 3 tablet/24 jam, 5
tablet/minggu (DIH, 17th Edition).
Respon Biologi
Ergotamine
adalah vasokonstriktor dan antagonis alfa adrenoreseptor. Kesamaan struktur
antara ergotamin dengan serotonin, dopamin, dan noradrenalin menyebabkan
ergotamin memiliki afinitas terhadap reseptor termasuk 5-HT1/2 (serotonergik),
dopamin D2-like (dopaminergik), dan ɑ1/ɑ2-adrenoseptor (adrenergik).
Ergotamine
juga merupakan stimulan uterus yang sangat aktif sehingga menyebabkan
penyempitan pembuluh darah perifer dan kranial dan menghasilkan depresi pusat
vasomotor.
Respon serotonergik ergotamine yang melibatkan aktivasi reseptor 5-HT1, khususnya subtipe 5-HT1B, 5-HT1D, dan 5-HT1F berperan dalam modulasi pelepasan CGRP dalam sistem trigeminal yang mengarah pada vasokontriksi sehingga digunakan sebagai antinosiseptif (DrugBank).
Potensi Penyalahgunaan
Sediaan ergotamin banyak digunakan dalam
pengobatan migrain. Meskipun tidak dihargai secara luas, ada laporan dalam
literatur tentang penyalahgunaan ergotamine, terkait dengan perkembangan toleransi
dan sakit kepala penarikan, yang mengakibatkan konsumsi obat terus meningkat
Lima
kasus penyalahgunaan ergotamine dan salah satu methysergide telah dilaporkan.. Efek
toleransi sebagai faktor utama terhadap penyalahgunaan obat ini. Perhatian
ditarik terhadap bahaya penyalahgunaan tersebut pada pasien yang terlalu cemas
dan mengalami stres berkepanjangan.
Dampak Penyalahgunaan
menyebabkan insomnia, gelisah, iritasi perut, meningkatkan tekanan darah, mengakibatkan salah pencernaan. Efek lain dari kafein yaitu memicu penyakit jantung dan meningkatkan resiko stroke Neuropati sensoris, Gangguan kognitig, Perubahan struktur dinding pembuluh darah.
Daftar Pustaka
Depkes
RI (2020) Farmakope Indonesia edisi VI, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Drug
Information Handbook, 17th Edition
Ergotamine:
Uses, Interactions, Mechanism of Action | DrugBank Online (no
date). Available at: https://go.drugbank.com/drugs/DB00696 (Accessed: 8 March
2023).
Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor 26 tahun 2014
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia, Nomor
44 tahun 2010
Susanti,
R Susanti, R, “Migren dan Permasalahannya: Pendekatan Terapi Akut dan
Preventif”, 1Bagian Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas,
Padang, Indonesia pISSN : 2685 – 2772 eISSN : 2685 – 404x
Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015
LUCAS,
R. N., & FALKOWSKI, W. (1973). Ergotamine and Methysergide Abuse in
Patients with Migraine. The British Journal of Psychiatry, 122(2), 198–203.
doi:10.1192/bjp.122.2.198